-Everyone makes mistakes and you don't have to be perfect to be loved-
Berbincang seorang kakak di sore ini, "Dek, kamu ga perlu jadi malaikat yang selalu tampak baik. Tuhan hanya menginginkanmu menjadi manusia biasa. Manusia yang tak berdaya sehingga memohon pada-Nya. Setiap kali kamu ingin menjadi malaikat, Tuhan akan mematahkan sayap malaikatmu, berulang kali akan begitu. Kamu diciptakan menjadi manusia, karenanya, kamu boleh salah, ngga harus selalu benar".
Kalimat-kalimat itulah yang menyadarkan aku di sepotong senja, setelah hiruk pikuk kerja mulai sirna dan ruangan yang ramai kembali tenang seolah ikut mendengarkan. Pembicaraan dua anak perempuan itu menguasai ruangan. Di antara tumpukan kertas tes, alat tulis dan deru halus suara pendingin udara yang membuat kami merasa lebih nyaman, kami berkelana pada banyak masa kehidupan. Dibuka dengan sebuah cerita lalu tentang kenaifanku sebagai manusia "tak pernah ingin tampak buruk" atau dengan kalimat lainnya adalah "selalu ingin tampak baik".
Ternyata kami sama, tak hanya aku yang begitu, atau setidaknya dulu kami sama. Entah dipengaruhi budaya atau ajaran keluarga, kami adalah contoh manusia yang ingin selalu tampak bagai malaikat. Senyum ceria, ramah, suka menolong, tidak membenci, serba bisa, pintar, mudah memaafkan, mengasihi setiap makhluk ciptaan-Nya dan yang lainnya, itulah yang ingin kami citrakan pada dunia. Namun setelah kami mampu memahami, dibalik semua hal itu telah tersembunyi kepedihan hati yang bersemayam di bagian gelapnya sisi kehidupan, sebuah bagian kehidupan yang tak ingin kami biarkan setiap orang menyadarinya.
Kepahitan yang ku telan, kemarahan yang ku pendam, rasa benci, iri dan bahkan dendam yang selalu ku redam, semua menyeruak dengan kalimat yang meluncur dari hati kakak cantik itu, "kamu bukan malaikat". Tersadar dari dunia fana ini, entah berapa lama aku menjalani hidup sedemikian rupa agar aku tampak hebat, tampak pintar, tampak perkasa dan tampak tangguh. Entah berapa lama aku menahan tangis, menyembunyikan air mata kepedihan, dan berusaha mengubahnya menjadi tawa, sebuah tawa semu yang tak sempurna. Tawa yang hanya berupa lengkungan bibir yang sempurna dengan sudut-sudut bibir mengarah ke tulang pipi namun tak disertai emosi. itulah tawa yang ku persembahkan kepada semua orang 6 tahun terakhir ini.
Manusia itu sempurna karena dapat berpikir, dapat berlaku sesuai kehendak dan dapat merasakan rasa. Tapi karena hal itu juga lah yang menjadikan manusia tidak sempurna. Manusia bisa merasa marah, bisa menangis dan bisa lemah, tak perduli seperti apa, Tuhan menyukai manusia yang apa adanya. Tuhan menginginkan manusia-Nya bersandar kepada-Nya. Jadilah manusia, manusia ciptaan Tuhan yang terbentuk oleh daging dan tulang, bukannya terbentuk oleh cahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar