Jumat, 20 Agustus 2010

KKN: Almost Done



Kamu sangat berarti istimewa di hati selamanya rasa ini...

Jika tua nanti kita t’lah hidup masing-masing ingatlah hari ini...

(Ingatlah Hari Ini – Project Pop)




Di awal pagi hari ini, setelah melakukan sahur, sembari menanti adzan Subuh berkumandang aku berbincang dengan kakak tertua keluarga KKN Keboen 36. Berbicara tentang jadwal penarikan yang kemudian membuat kami berdua tersadar bahwa keberadaan kami di kampung tempat KKN kami ini tak lagi berada dalam hitungan minggu. “Berarti 31 pagi kita, penarikan di kecamatan?”, inilah kalimat pembuka dari pembicaraan kami. “Mbak, berarti tanggal 30 kita uda balikin barang donk? Masa pas di kecamatan kita bawa barang-barang?”,tanyaku pada Mba Nurul, mahasiswi Kedokteran Gigi yang selama ini paling sabar menghadapi tingkah laku adik-adiknya dan paling rajin membereskan kamar. Sambil menatap time table yang dibawa oleh Echa (Sastra Inggris) kami mulai menata jadwal. Gambaran sementaranya adalah sbb:

28 Agustus 2010 : Pembubaran panitia HUT RI-65 & Perpisahan/pamitan dengan warga.

29 Agustus 2010 : Mulai memulangkan barang-barang ke rumah.

30 Agustus 2010 : Memulangkan seluruh barang sekaligus berpamitan dengan pemilik pondokan.

31 Agustus 2010 : Upacara penarikan KKN Wilayah Kecamatan Kraton.



..Kami terdiam, bermain dalam pikiran..
..Mengurai serabut kenangan..



“Mbak, aku masih ga bisa ngebayangin kamar ini nanti kosong lagi”.

Tak bisa aku bayangkan, nantinya satu persatu baju kami harus kami keluarkan dari almari kamar pondokan dan kami kemas dalam koper. Tak bisa aku bayangkan, nantinya semua alat mandi kami di kamar mandi yang selama dua bulan ini memenuhi tembok batu hitam di kamar mandi pondokan ini menghilang dan memenuhi tas-tas besar kami lagi. Dan ketika alas tidur kami pun harus digulung, betapa lengangnya kamar pondokan ini nanti. Semua akan kembali seperti saat-saat awal kedatangan kami, kosong.

Pada awal masa kedatangan kami, kamar pondokan di lantai dua yang tadinya kosong mulai terisi. Satu persatu barang dibawa untuk memenuhi kebutuhan utama kami dalam hierakhi kebutuhan manusia menurut Maslow: kebutuhan fisik. Barang-barang seperti alas tidur, baju, perlatan makan, dan barang-barang lainnya mulai mengisi sudut-sudut kamar. Kami mengeluarkan baju-baju dari dalam koper, kemudian memindahkannya ke dalam almari yang terdapat di kamar pondokan. Alat-alat pendukung tampilan wajah dan badan mulai keluar, alat mandi yang tersusun rapi dalam tas pun dikeluarkan dan dengan segera berbaris rapi di tembok kamar mandi pondokan di lantai satu. Tak ketinggalan juga balkon kamar yang tadinya bersih segera tampak penuh oleh alas kaki kami. Enam manusia asing ini membuat perubahan pada keadaan bangunan lantai satu dan dua di pondokan Keboen 36. Namun, setelah tanggal 30 Agustus 2010 nanti, kamar ini akan kembali seperti sedia kala. Kosong. Semua barang dan manusianya akan pergi bagai embun pagi yang menguap karena ulah panas sinar matahari. Kami berenam beserta barang bawaan akan kembali ke peraduan masing-masing.

Bagai sebuah film yang berjalan, kelebatan ingatan mulai memenuhi pikiranku. Saat awal kedatangan yang sangat mendadak, yang bahkan kami belum memiliki tempat tinggal sebagai pondokan selama dua bulan, kerja sama dari pengurus RT 36 untuk mengusahakan pondokan bagi kami, sempat terjadi perpindahan pondokan dari pondokan semula yang berlokasi di RT 35 ke pondokan Keboen 36 disebabkan oleh ketidaksengajaan bertemu ibu pondokan Keboen 36 yang ternyata belum lama ini ku kenal karena sama-sama bekerja dalam sebuah seminar internasional PAUD di fakultas, sampai kepindahan kami ke pondokan dan langkah awal kami menyusun program. Tampak jelas dalam ingatanku kekikukanku dan teman-teman di awal masa Kuliah Kerja Nyata (KKN) untuk terbiasa menyapa warga dengan menggunakan Bahasa Jawa Krama. Kami yang belum mengenal siapa-siapa, mulai berusaha berkenalan dan mengingat nama-nama warga. Pertemuan pertama di cakruk dengan pengurus RT, kealpaan dalam mengingat nama, sosialisasi program, dan usaha kami keluar dari cangkang agar dapat mengenal seluk beluk RT lebih jauh. Perjalanan pertama kami mengenal kampung ini dan usaha awal dekat dengan warga yang dimudahkan oleh kegiatan voli di sore hari di pelataran kompleks wisata tamansari, tempat yang nantinya merekam energi dari canda tawa kami selama beberapa waktu dalam kegiatan bercengkrama dengan warga.

Berjalan dipertengahan, banyak program mulai dilakukan. Mulai dari penyuluhan, mural, video profile, pelatihan bahasa asing, penyuluhan gizi dan kesehatan gigi & mulut, dan lain sebagainya, setiap program memberikan kesan tersendiri. Untukku pribadi, pernah pada suatu penyuluhan aku dibuat panik oleh pembicara penyuluhan yang tiba-tiba memberi kabar mengenai pembatalan mengisi acara pada 10 menit terakhir sebelum acara dimulai. Sungguh menegangkan. Selain kejadian itu, masih banyak lagi kejadian-kejadian aneh sekaligus asik ketika menjalankan programpribadi maupun program bantu milik teman seperjuangan. Mengasyikan. Ternyata aku mulai menyukai kegiatan KKN yang tadinya merupakan hal yang menyeramkan untuk dibayangkan.

Kegiatan non-program kami juga banyak. Di antaranya kesenangan menonton konser Bondan Prakoso, menikmati alunan musik Jazz di acara Jazz Mben Senen, nonton Eclipse hingga berkaraoke di “anak anjing gembira”. Tak jarang ketika kami kembali ke pondokan sedikit terlalu malam, kami harus menelepon anggota tertinggal untuk membukakan pintu bagi kami, atau terkadang kami harus menitipkan kendaraan kami di pondokan RT lain. Hal-hal di luar kegiatan formal KKN yang sangat menyenangkan.

Cerita horor mulai beredar, banyak anggota KKN mengalami hal mistis di pondokannya, namun berkat rahmat dari Tuhan aku dan teman pondokanku baru mengalaminya satu kali dan itu hanya berupa bebauan seperti bau singkong bakar. Huiii... cukup menegangkan ketika hal tersebut terjadi. Ketika itu, aku, Mba Nurul, Echa dan Mas Andre (PWK) baru saja pulang rapat dan kemudian bertukar cerita mengenai pengalaman-pengalaman horor teman-teman kami. Dan ketika jam menunjukkan pukul 22.00, aroma singkong bakar tersebar dan langsung membuat kami terdiam, membuat kami memutuskan untuk menyudahi pembicaraan mengerikan.

Peredaran cerita-cerita horor mulai menghilang tergantikan oleh romansa-romansa KKN yang mulai menyeruak ke udara. “Witing tresna, jalaran seka kulina”, peribahasa ini mungkin merupakan dasar teori untuk kejadian manis di KKN ini. Beberapa bertepuk sebelah tangan, beberapa hanya merupakan gurauan. Buktinya saja hingga saat ini belum ada di antara kami yang jadian. Hahaha..

Kembali kepada cerita mengenai warga. Dari kegiatan mural yang merupakan program dari Mas Andre, aku dan teman-teman mulai melihat sosok pemuda kampung yang bernama Jaya dan Ichal. Sering ku lihat mereka di pelataran ketika sore hari, namun aku tidak mengenal mereka. Saat itu aku mengira bahwa mereka adalah pemuda kampung berusia dua puluh tahunan. Ahaha.. Maaf, aku salah mengira. Ternyata mereka masih berusia belia, Jaya masih duduk di kelas 3 tingkat SMA, dan Ichal adalah pemuda yang baru saja lulus dari SMA.

Hingga pada akhir-akhir bulan Juli lalu, kami dipertemukan oleh ketua RT dengan pemuda-pemudi Kampoeng Cyber RT 36 ini dalam acara rapat pembentukan panitia HUT RI ke-65. Dari pertemuan itulah, kami juga mulai mengenal nama lain selain Amna & Opal (putri pertama dan putra kedua keluarga Keboen 36), Jaya, dan Ichal. Kami mulai mengenal Bunga, Dhimas, Ali (warga di paguyuban 37-38) dan Meka (warga RT 35). Mereka adalah anak-anak yang menyenangkan yang memiliki sifat khas remaja, suka bercanda. Mereka sudah kami anggap adik kami sendiri. Mereka mudah akrab dan terbuka pada kami, kecuali Jaya yang masih terkesan “jauh”. :p

Seiring bertambahnya intensitas bertemu warga melalui program, permainan lapangan dan rapat HUT RI, semakin dekat pula lah jarak di antara kami. Antara warga KKN dengan warga asli RT 36. Kedekatan tersebut terasa menyenangkan, kami tidak lagi merasa sebagai orang asing. Kami semua senang dan betah. Aku saja yang tadinya berpikiran “harus menghabiskan jatah pulang sebanyak 5x24 jam” mulai berganti pemikiran menjadi “bagaimana caranya pulang seminimal mungkin”. Hehe.. Mungkin hal tersebut akan aneh jika mahasiswa KKN unit lainnya mengetahui, namun begitulah adanya. Bahkan, di antara kami berenam, terdapat tiga anak yang belum pernah sama sekali menggunakan jatah pulangnya, ialah Arby (Arkeologi) Sang Kormasit, Adit (Komunikasi) dan Echa. Sedangkan aku dan Mba Nurul pernah menggunakannya satu malam dan Mas Andre beberapa malam demi mengejar target skripsinya. Kami senang berada di sini.

Namun pagi ini, setelah menghitung tanggal penarikan, aku menjadi tersadar, waktu kami tak akan lama lagi. Nanti setelah tanggal 31 Agustus 2010, tidak akan ada lagi keramaian di lantai dua yang disebabkan kehebohan teman-teman bermain poker bersama Ali, Jaya dan Ichal. Tidak ada lagi kehebohan bersembunyi dari rapat, yang dilakukan Ichal, Amna, dan Bunga. Tidak ada lagi canda tawa dan tangis menangis karena menonton film bersama, antara kami berenam dengan para pemuda-pemudi Kampoeng Cyber ini. Bahkan tidak akan ada lagi acara bermain permainan lapangan bersama warga, baik anak-anak, pemuda-pemudi, atau pun dengan bapak- bapak dan juga ibu-ibu. Tidak ada lagi. Dan kalau pun ada, intensitasnya akan sangat sedikit.

Peristiwa seperti takut anjing, jadwal piket mencuci dan menyapu, hom-pim-pah untuk menentukan urutan mandi, jalan-jalan pagi, rutinitas mengambil catering yang semenjak bulan Ramadhan berubah menjadi hanya satu kali sehari ketika sahur dan bertambah menjadi kerepotan menentukan menu ketika waktu berbuka puasa tiba, canda tangis, “ngambek”, marah dan senang, semua akan berlalu. Enam manusia ini akan kembali pada habitatnya masing-masing.

Ingin ku persembahkan KKN manis ini bagi Anda semua warga 36. Pak Hery, Mas Koko, Pak Bonar, Pak Rudi, Mba Titik, Mba Ira, Pak Tatang, Pak Rujito, Mba Mus, Bu Sar, Pak Sar, Mba Tanti, Bu Tin, Bu Nur, Pak Giman, Mba Muji, Mba Dewi, Pak Agung, Pak Dedy, Pak Geong, Bung Giman, Mas Acun, Mba Wiwin, Pak Sukir, Bu Sukir, Pak Iwan, Pak Eko, Mba Haryani, Mba Yah, Mas Uli, Bu W, Pak W, Bunga, Bangkid, Bery, Venda, Oda, Reang, Rega, Nanda, Alan, Putra, Farel, Aji, Dony, Fian, Noel, Nara, Shiva, Diva, Rahma, Dimas, Aldi, dan warga yang lain yang karena saking banyaknya aku menjadi mulai bingung untuk menuliskannya. Dan tentunya KKN ini aku persembahkan teruntuk keluargaku selama di kampung ini, keluarga Keboen 36, Ibu Lot, Pak Surur, Mba Pipin, Amna, Opal, Ayud, Ovan, dan Mba Endang. Juga untuk adik-adik yang sudah seperti adik laki-lakiku, Jaya dan Ichal. Mungkin apa yang aku dan teman-temanku berikan belum lah sesempurna yang kalian harapkan, tapi percayalah, dari lubuk hati kami yang terdalam, kami selalu ingin memberikan hal-hal terbaik yang dapat kami berikan. Kami ingin memberikan manfaat atas keberadaan kami selama dua bulan di RT 36 ini, keberadaan yang telah banyak merepotkan kalian. Mungkin nanti, lima atau sepuluh tahun lagi nama kami tak lagi diingat, namun ketahuilah, jasa besar segenap warga Kampoeng Cyber RT 36 ini dalam membesarkan dan memberikan ilmu lebih kepada kami, tak akan pernah kami lupakan. Akan selalu terukir dalam batu karang terbesar di samudra hati kami. Terima kasih untuk hidangan sosial yang menyegarkan, terima kasih atas rasa bangga karena kami pernah menjadi warga sementara kampung yang indah ini, terima kasih atas izin yang telah diberikan kepada kami untuk dapat turut serta menggunakan seragam merah kebanggaan RT 36. Dan tak lupa, izinkan kami meminta maaf untuk segala kesalahan yang tidak sengaja kami perbuat, selama kami menimba ilmu dari warga RT 36, RW 9, Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta ini. Maafkan kami. :')



Untukmu keluargaku Subunit 3 di Unit 91, keluarga lantai dua Keboen 36, Mba Nurul, Mas Andre, Arby, Adit, dan Echa, I’m so GLAD to have you in a short time. You will always be my best PART in my life. Keluarga tidak hanya dipersatukan oleh ikatan darah, namun oleh cinta. I love You,brothers and sisters.. I already miss you..




...Jika tua nanti kita t’lah hidup masing-masing, ingatlah hari ini...





“Maafin aku untuk sikap-sikapku yang menyebalkan ya.. Hehe.. Terima kasih untuk lautan pengertian kalian yang kalian berikan ke aku. Terima kasih untuk kekompakan dan kerja sama kita selama hampir dua bulan ini. Nanti kita main-main lagi ya, main-main juga ke Tamansari bareng-bareng”.


Kamis, 12 Agustus 2010

Keluarga Lantai 2 Keboen 36

Dipertemukan oleh takdir Tuhan, enam anak manusia yang sedang berusaha memenuhi kewajiban memenuhi tugas kuliah dipersatukan di bawah langit-langit rumah yang dikenal dengan nama Keboen 36. Mereka lah Nurul Amina, Andryan Wikrawardana, Arba'atun Nashikin, Aditya Kurniawan Saputra, Eka Wahyuni dan Isya Primaruti. Berasal dari backround studi yang berbeda, enam warga baru di wilayah RT 36, RW 9, Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta ini bersatu padu dan berjuang keras untuk beradaptasi antara satu dengan yang lainnya. Inilah mahasiswa kebanggaan Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Teknik - Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Ilmu Budaya - Arkeologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik - Komunikasi, Fakultas Ilmu Budaya - Sastra Inggris dan Fakultas Psikologi yang sedang berusaha memenuhi segala persyaratan KKN demi mengisi nilai pada Kartu Hasil Studi sebesar 3 SKS.


Aku, Isya Primaruti.
Pada awalnya aku masih sangat bergantung dengan teman-teman satu fakultasku, ada 4 orang lainnya selain aku dalam unit ini. Namun kini, ketika aku mulai dekat, mulai merasa sangat betah dengan lingkungan KKN ini, aku dihadapkan dengan kenyataan keinginan subunit-subunit lainnya untuk segera kembali ke peraduan mereka masing-masing. Tak berdaya aku melawan keinginan banyak orang, terpaksa mengikuti keadaan, kenyataan penarikan tanggal 31 Agustus dan saat kepulangan tanggal 24 Agustus terus membayang. Tak ingin beranjak dari pondokan yang selalu ramai, dengan suasana kampung yang sangat menjunjung tinggi nilai kegotong royongan dan keguyuban, berpisah dengan saudara seperjuangan yang sudah tinggal bersama hampir 2 bulan. Kesedihan menggantung di pelupuk mata. Tak kuasa aku berpisah dengan 5 orang lainnya yang sudah kuanggap saudara dan keluarga.


Setiap kebiasaan terekam dalam kenangan. ketika pagi hari menyingsing, Mas Andre gembul atau terkadang Adit Batubara atau pun Arby si kormasit berlomba-lomba membangunkan kami tiga wanita. Kebiasaan makan pagi dan makan malam bersama yang selalu diambilkan oleh kormasit dan pasangannya di tempat catering, kebiasaan hom-pim-pah mencari urutan mandi dari yang paling pertama karena kami semua tidak ada yang berkeinginan mandi pertama, jadwal piket mencuci alat makan, menyapu dan membuang sampah, sampai tempat parkir alas kaki yang hanya bertahan sementara saja. Kebiasaan sang kormasit dan sekertarisnya untuk mengisi kantong air penyambung kehidupan yang jika meleset dan tumpah ke lantai akan mengakibatkan teguran halus dari pemilik pondokan. Tak akan terulang lagi hari-hari itu. Setiap waktu memiliki kenangan khususnya. Tiap karakter yang berbeda juga mewarnai hari-hari di lantai 2 keboen 36. Sangat berkesan, tak akan aku lupakan.


Tidak hanya keluarga di subunit, warga kampung RT 36 juga turut menggoreskan kenangan tersendiri. Keramahan dan keterbukaan mereka menerima subunit ini membuatku merasa sangat diterima. Segala hal menjadi lebih mudah. Kewajiban membuat program yang pada awalnya terasa berat berubah menjadi ringan. Warga yang sangat antusias dan segala kemudahan aksesnya membuat aku dan bahkan kami semua di subunit 3 ini bersemangat. berkat kampung ini juga lah, aku merasakan perasaan bangga menjadi panitia HUT RI, merasakan hiruk pikuk ramadhan dan sebagainya. Aku belajar bersosialisasi lebih dekat dengan tetangga..


Tangis, marah, canda, tawa, semua telah aku alami.
Tak sekali pun aku menyesali.
Semua akan terus tersimpan dalam kenangan diri.
Terpotret abadi dalam sudut hati.