Minggu, 12 Juni 2011

Kasih-Nya Melalui Kamu


"Tuhan ada di dalam manusia-Nya".

Sepenggal kalimat yang pernah saya dengar dalam sebuah kitab.

"Tuhan berada sangat dekat, sedekat urat nadi di lehermu".


Begitu juga kalimat yang saya dengar selanjutnya.

"Jika Tuhan memang dekat, di manakah Dia? Bagaimanakah wujud-Nya?"

Dia lah Dzat yang ghaib.. Tak terlihat tetapi dapat dirasakan keberadaan-Nya. Mengimani-Nya memerlukan kecerdasan tingkat atas. Seperti yang diutarakan Piaget, dalam tahapan perkembangan kognitif tingkat paling atas dari perkembangan kognitif manusia adalah kemampuan berpikir abstrak. Tuhan adalah Dzat yang abstrak (ghaib). Tak dapat disentuh, tak dapat dilihat, tak dapat dicium, tak dapat didengar ataupun diraba. Tuhan ada jika kita merasa. Maka dapat saya tarik kesimpulan, Tuhan ada bagi mereka yang berakal dan mampu menyadari keberadaan-Nya.

Mengetahui keberadaan Tuhan ternyata sangat mudah. Baru-baru ini saya menyadarinya. Baiklah, dapat dikatakan saya cukup terlambat untuk menyadari keberadaan Tuhan diantara manusia. Saya memerlukan 22 tahun mencari-Nya. Baru kemudian beberapa hari yang lalu saya menemukan betapa Tuhan sangat dekat dengan saya.

Begini ceritanya..

Suatu hari saya membaca dalam sebuah buku -maaf saya lupa buku yg mana- bahwa salah satu tugas manusia adalah merepresentasikan keberadaan Tuhan. Saya pikir betul juga. Tuhan saya Yang Abstrak dapat "terwujud" di dunia yang nyata ini dengan perantara manusia. perilaku manusia yang mengikuti ajaran Tuhan akan menunjukkan perilaku Tuhan. misalnya saja ketika kita memberi kepada sesama. Ingatkan? Tuhan memiliki sifat Pengasih dan Penyayang, maka dari manusia yang memberi itulah kegemaran Tuhan "terwujudkan". Ketika kita berlaku adil kepada manusia yang lain, perilaku kita "mewujudkan" sifat Tuhan Yang Maha Adil. Dan lain-lainnya..

Bentuk abstrak dari Yang Abstrak adalah kasih Tuhan.
Lalu, bagaimana kita merasakannya?

Ini lah yang salah satu bentuk yang saya temukan..
Melalui dia, seorang laki-laki biasa yang sebenarnya tidak banyak berbeda dengan lelaki pada umumnya, saya merasakan kasih Tuhan. Melalui laki-laki yang kuat dan lembut disaat yang sama inilah saya merasa kasih Tuhan dipresentasikan dengan baik -saya tidak mengatakan dengan sempurna. Laki-laki ini tidak pernah saya prediksikan untuk dapat menjadi yang istimewa, tetapi ternyata laki-laki inilah yang dapat membuat saya lupa bahwa di dunia ini ada lebih dari seratus juta laki-laki lainnya. Melalui laki-laki ini, saya melihat kasih-Nya dan keajaiban-Nya.

Tujuh tahun lalu, kami hanya mengenal nama. Membayangkan berteman saja tidak apa lagi dapat berbagi kehidupan yang sama. Dia hanyalah salah seorang teman sekelas di tempat saya mengikuti suatu bimbingan belajar tambahan. Singkat cerita, dua bulan yang lalu entah mengapa dia meminta kontak saya. Pun jika ditelusuri jejaknya, kami tidak banyak melakukan interaksi dua arah. Sebatas tahu. Ya, itulah cara kerja Tuhan yang ajaib, cara kerja mistis yang tidak dapat direkayasa manusia. Kami berkenalan -mungkin secara resmi kami mulai saling mengenal pada titik ini- dan mulai berbincang. Obrolan ringan, seputar perkuliahan dan masa depan. Mengalir cepat melalui bebatuan terjal. Saling menahan rasa karena ada yang mulai tidak biasa. Bercanda, tertawa, berbagi kegalauan dan kebimbangan tentang rahasia suatu masa di sana. Banyak hal yang ternyata sama. Kebiasaan mengulang menonton film, rencana menikah di usia muda, rancang bangun suatu keluarga, jenis minuman bersoda dan cara meminumnya, dan terakhir ternyata kami memiliki jenis sepatu yang sama.

Satu kesepakatan, merapikan masa lalu kemudian datang saat sendirian. Satu bulan setelah berkenalan -ulang- kami berikrar. Dengan cara tidak biasa kami memulai semuanya. Saya duduk di kamar di depan laptop, dan begitu juga dia. Ketidaksengajaan yang disengaja Tuhan terjadi lagi, malam itu kami sama-sama berpakaian warna merah tanpa ada kompromi sebelumnya. Ikrar sederhana untuk mulai saling menjaga hingga saat yang besar tiba. Saya dan dia berubah menjadi "kita".

Sungai malas mengalirkan airnya yang jernih, satu bulan bersama banyak kenangan yang mulai menjadi pupuk dari benih kasih -inilah yang kemudian saya rasakan sebagai kasih Tuhan.

Tuhan sangat menyayangi saya sehingga tidak menginginkan saya sendirian. Tuhan mengirimkan dia melalui sebuah kesengajaan yang dirahasiakan. Kedatangannya membawa rasa syukur yang begitu besar, sebesar rasa syukur saya atas ijin Tuhan untuk nyawa yang masih disematkan. Kedatangan laki-laki ini seperti perwalian dari Tuhan yang menginginkan umat-nya dijaga dengan baik, mendapatkan kasih sayang yang lembut, mendapat pengertian, perhatian dan rasa dihargai, dengan kata lain mendapatkan kecukupan akan pemenuhan kebutuhan manusiawi. Tentunya dia menunjukkan dengan cara manusianya yang sederhana yang masih penuh keterbatasan jika dibandingkan dengan Kuasa-Nya.

Tuhan mempercayakan kepada saya seorang laki-laki yang tulus -tanpa tendensi apa-apa- memberikan rasa sayang kepada saya dan selalu berusaha menjaga saya dengan caranya. Tuhan begitu mengasihi saya sehingga mempertemukan dengannya yang bersedia mendengarkan saya disaat suka maupun duka, seremeh apapun suatu cerita yang saya punya. Tidak lupa, Tuhan juga menguatkan saya dan dia dengan menjaga kami berdua di tempat yang berbeda.

Melalui kamu, Stevan Chondro Suryono, saya merasa bahwa kasih Tuhan itu nyata.

"Sehalus dan seringan kapas putih yang menyelubungiku, itulah pancaran kasih Tuhan melalui kamu".