Ku buka mata di Sabtu pagi dan tersadar bahwa ada setumpuk cucian yang masih terendam dalam larutan bahan mencuci. Segera aku beranjak dari tempat tidur dan selimut tercinta yang selalu menaungi. Ku relakan mereka terlepas dari tubuh duniawiku ini.
Terlalu asyik mencuci, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi. Sungguh aku hanya memiliki sedikit waktu untuk mandi dan mempersiapkan diri. Dengan tergesa dan hampir setengah berlari, ku pacu motorwati untuk bersiap menyambut BAB SATU di hari ini.
BAB SATU
Berkali-kali kulihat jarum panjang dan jarum pendek yang berputar dalam kotak kecil yang menempel di tangan manisku. Jam 08.00 tepat! Dan ini tandanya, Seleksi UKP tahap III semestinya dimulai. Aku terus memacu si motorwati tentunya dengan tetap berhati-hati. Aku tak ingin waktu terlambatku semakin berjumlah seiring pergerakan jarum-jarum mungil itu.
Pukul 08.15, aku berhasil memarkirkan si motorwati ke tempat parkir fakultas. Aku berjalan diiringi bunyi ketok-ketok sepatu karena kebetulan hari itu aku menginginkan sedikit keramaian sehingga aku memutuskan memakai si sepatu kaya bebunyian. Lambaian tangan di seberang jalan terarah kepadaku. Seorang teman yang dinamai Sissy oleh orang tuanya melambaikan tangannya memberikan tanda agar aku bergegas. Berjinjit sambil melompat ku sambut tanda itu. Ternyata, kloter pertama sudah masuk ke dalam UKP, dan aku yang dinamai Isya oleh kedua orang tuaku mendapat giliran seleksi di kloter kedua.
Setengah bersyukur kepada Tuhan aku diberikan keajaiban bahwa aku nyaris bisa dikatakan tidak terlambat. Dan sambil berharap pada Tuhan, aku memanjatkan sebuah doa. Aku berdoa agar aku diberikan kelancaran dalam menjalani segala bentuk kemungkinan tes seleksi yang berada di balik pintu di depanku. 15 menit kemudian, dipanggialah aku. Aku masuk bersama seorang teman, dan segera saja memulai proses seleksi. Aku tak dapat memberitahukan apa bentuk tes seleksi tersebut. Katanya, aku harus memegang rahasia sakti isi tes.
Jujur saja, aku cukup gugup. Aku khawatir, ingatanku akan menghilang dan semua hal yang sudah ku pelajari berlarian pergi begitu saja dari folder memori di otakku. Namun Tuhan memang baik, aku tidak terlupa, bahkan seolah-olah, semua hal itu sudah ada di luar kepalaku ini. Aku menjalani seleksi dengan cukup baik jika diukur dengan standarku. Ku lalui BAB SATU hari ini dengan senyum kelegaan.
BAB DUA
Selesai dari tempat kejadian tes seleksi, aku bergegas menuju tempat kuliah dikarenakan secara mendadak, kuliah Modifikasi Perilaku yang diampu Bapak Rahmat diselenggarakan untuk mengganti hari libur Kenaikan Isa Almasih. Aku mendudukan diriku di dekat tempat duduk seorang teman bernama Roro. Sedikit berbicara pada mereka di sekelilingku, aku mendadak merasa suasana hati yang mendukung semangat kuliah menurun. Aku memutuskan membolos tepat di saat Bapak Dosen masuk ke kelas. Dengan sigap aku melarikan diri dengan berjingkat-jingkat semi berlari menuju pintu keluar.
Aku berjalan santai, berjalan menuju temapat teman bernama Sissy masih menunggu giliran tes seleksi. Lagi-lagi Sissy melambaikan tangannya. Namun kali ini, lambaiannya memberikan tanda bahwa aku harus berhenti. Dia segera menghampiriku dan minta ditemani ke sebuah food stall di fakultas sebuah untuk membeli minuman. Katanya, dia mengalami dehidrasi.
Selesai membeli minum, kami kembali melanjutkan aktivitas kami yang tersela. Menunggu. Menunggu dlam gurauan-gurauan yang aneh yang akhir-akhir ini dikenal dengan kosa kata baru yaitu jayus. Tak berselang lama, Sissy pun di panggil dan saya menunggu. Lama berada di dalam rupanya membuat Sissy dan saya merasa kelaparan. Maka kami putuskan, sebelum pergi rapat, kami akan makan di sebuah rumah makan khas Kalimantan di dekat Gejayan.
Seusai makan, kami lalu dengan segera kembali menuju kampus Psikologi tercinta dengan kendaraan Biru milik Sissy. Langsung melesat ke tempat kejadian rapat seminar, saya mendapati semua meja dan kursi telah terisi dengan orang-orang hebat yang disebut panitia, yang telah rela meluangkan waktu di Hari Sabtu paginya untuk melakukan rapat. Segera dengan kesadaran diri penuh, saya dan Sissy menempati tempat paling terhormat. Lantai pojok deket komputer kedua. Bersama tiga lelaki bernama Bopy, Bondan dan Rangga, kami sempat bermain "angkat-angkat jempol" untuk mengisi waktu rapat yang mengabaikan keberadaan kami. Aku pun menang. Keberuntungan sedang bersamaku, sepertinya. Tapi belum sampai permainan usai, kami sudah diberikan waktu yang sangat berharga untuk berbicara.
Usai bebicara, ternyata jam dinding putih di ruangan yang dijadikan sarang makhluk-makhluk panitia seminar PAUD sebagai ajang berkoordinasi ini telah meunjukkan pukul 11.30. Hal tersebut memberikan pertanda bahwa aku dan Sissy harus segera beranjak untuk bergerak menuju Bandara Adi Sucipto untuk menjemput salah satu tamu kehormatan yaitu pembicara dalam Seminar yang bernama Prof. Patricia Ramsey.
BAB TIGA
Ternyata, target jemputan akan datang dari terminal kedatangan Internasional. Letak yang cukup jauh dari tempat parkir si kendaraan biru milik Sissy. Kami berjalan sambil membawa kamus elektronik milik Sissy, sekedar berjaga-jaga apabila ada kata-kata yang terlupa. Pesawat belum mendarat. Kami menunggu dan menunggu sambil memperhatikan sekitar. Sekelompok orang saling berpelukan dan menangis haru. Sepertinya akan ada yang pergi dari kota Jogjakata ini dan sepertinya orang tersebut sangat berarti bagi keluarga yang berdiam di kota Jogjakarta ini.itengah keasikan mengobservasi suasana sekitar, tiba-tiba suara wanita dari pengeras suara terdengar. Pesawat yang ditunggu sudah mendarat. Bergegaslah aku dan Sissy mendekat sambil tetap membawa kamus elektronik cantik dn juga papan nama sang Profesor.
Tak hanya kami berdua, banyak orang juga kemudian beringsut mendekati pintu keluar para penumpang pesawat yang berasal dari Singapura tersebut. Sebagian dari mereka berbicara dalam bahasa daerah. Rupanya mereka keluarga dari seorang TKW. Mereka menanti dan mendesak-desak kami.
Tak lama terdengar suara para pria dari arah belakang, "Minggir.. Minggir.. Jangan berdiri di depan pintu". Nice, Pak. Beberapa penumpang yang telah keluar memang sedikit kesulitan saat menembus kerumunan orang yang menghadang di depan pintu. Tampaknya mereka takut, jika berada terlalu jauh dari pintu, mereka akan melewatkan kesempatan menyaksikan ekspresi pertama dari setiap penumpang yang keluar. Namun, pria-pria tersebut mengecewakan kami dalam satu tarikan nafas saja. Ternyata mereka malah berdiri menempel pintu masuk. Mereka berbincang dengan petugas bandara dan juga tertawa-tawa dengan sesamanya. Mereka adalah supir taksi yang bukan taksi bandara. Mereka mencari penumpang. Ternyata.
Lama. Banyak pengunjung yang sudah keluar. Saya dan Sissy mulai resah menanti tamu kehormatan yang datang awal ini. Sejenak kami menurunkan tangan yang membawa papan nama, seketika itu juga seorang wanita dari ras Aria keluar dengan membawa beberapa bawannya. Untunglah kami segera mengangkat lagi papan nama sakti tersebut, dia lah Ms. Patty.
"Hey.. Good sign. Aku kira aku akan kesulitan dalam mencari taksi untuk menuju penginapan. Ternyata kalian ada di sini. Aku senang sekali", kata-kata pertama dari Ms. Patty yang selalu energik, yang tentunya diucapkan dalam bahasa Inggris beraksen Amerika. Lebur. Semua kecemasan kami melebur. Ms. Patty ternyata orang yang sangat ramah, sangat ekspresif ,dan sangat berempati pada kami yang masih berpikir jika akan berbicara.
Setelah saling memperkenalkan diri dan menerangkan bahwa kami tidak lancar dalam berbahasa Inggris, kami lalu mengantar Ms.Patty yang ingin mengambil uangnya dalam bentuk rupiah. Tentunya, sebagai orang yang dibesarkan dan tumbuh dalam lingkungan Jawa, Sissy kemudian menawarkan untuk membawakan barang bawaan Ms.Patty, namun karena ukuran badan Sissy yang kecil, aku kemudian mengambil alih tugas tersebut.
Tantangan di mulai. Melalui lorong yang menggunakan eskalator di bandara, aku harus menjaga kestabilan barang bawaan agar tetap pada posisi semula. Eskalator pertama menurun. Ternyata eskalator bandara tidak secanggih eskalator di Plaza Ambarukmo yang memiliki daya magnetik pada roda-roda troli. Barang bawaan hampir meluncur menuruni eskalator ketika aku meletakkannya di bawah. Sekuat tenaga kutahan agar barang-barang tersebut dapat bertahan pada posisinya. Setelah menuruni eskalator, tantangan kedua adalah membawa barang dengan eskalator yang bergerak ke atas. Sepanjang eskalator yang berjalan sangat lambat, aku harus berusaha menahan berat benda bawaan tersebut. Sedikit saja aku lengah, si barang bawaan akan melakukan luncuran bebas ke arah sebaliknya. Semua berjalan lancar. Tetapi, ternyata masih ada satu lagi tantangan yang harus ditaklukan. Membawa si barang bawaan ke mobil Sissy melalui jalanan becek yang berlubang-lubang. Sulit. Tantangan kali ini lebih sulit daripada yang sebelumnya. Namun berkat semangat mempertahankan harga diri, aku mampu melaluinya dan berhasil menempatkan semua barang bawaan ke dalam bagasi. Alhamdulillah.
Perjalanan dari bandara ke Wisma MM UGM dapat dikatakan cukup padat. Mengingat hujan deras yang turun tak lama setelah kami bertiga duduk tenang di dalam mobil Sissy yang mengakibatkan seketika itu juga Ring Road Utara yang lengang menjadi padat oleh mobil. Selama perjalanan, dengan keajaiban kognitif yang telah diberikan Tuhan, kami bertiga dapat berbicara dengan menggunakan asas "kira-kira mengerti intinya" antara satu sama lain. Perjalanan cukup menyenangkan. Ms. Patty yang baru pertama kali menjejakan kakinya di bumi pertiwi Indonesia ini memiliki keingintahuan yang sangat tinggi mengenai segala hal yang ada. Beliau sangat tertarik dengan apa yang dilihatnya selama perjalanan.
Sesampainya di Wisma MM, sudah ada LO yang menunggu. Kami segera saja mengantarkan Ms. Patty menuju kamarnya. Saat aku akan pamit undur diri dari kamar beliau, beliau sempat mengatakan keinginannya untuk dapat pergi menghabiskan waktu pada malam harinya berjalan-jalan di kota Jogjakarta ini. Beliau menanyakan apakah ada panitia yang dapat menemani. Aku langsung saja mengatakan padanya bahwa hal itu dapat diatur -sambil berharap Sissy bersedia-.
BAB EMPAT
Sekembalinya ke ruang rapat, kami segera menyampaikan kabar gembira bahwa kami telah berhasil menjemput Ms.Patty. Semua pun bersorak dengan riang!! Namun kami tak dapat terlalu lama menikmati sorakan tersebut karena saya dan Sissy harus bergegas menyelesaikan semua tugas dan kembali ke rumah untuk sekedar mandi dan berganti baju, kemudian kembali ke Wisma MM UGM untuk menjemput Ms. Patty -Sissy telah setuju untuk menghabiskan malam minggu kami berjalan bertiga di sepanjang Malioboro-.
Singkat cerita, setelah kami pulang ke rumah, mandi dan sedikit mendadani diri, saya dan Sissy menjemput Ms. Patty di tempatnya menginap. Untungnya, saya dan Sissy TEPAT WAKTU! Ms. Patty keluar dari Lift beberapa menit setelah jam kedatangan kami.
membuka perjalanan, kami melewatkan Ms. Patty ke jalan di samping Keraton yang sudah tutup. Seperti layaknya tour guide profesional, kami memberitahukan kepadanya segala sesuatu yang kami ketahui -aku sangat bersyukur, bahwa apa yang aku dapatkan dari Dimas Diajeng dapat memberikan banyak kontribusi dalam acara memandu Ms. Patty-.
Jalanan cukup padat, mobil membelah jalanan melintasi Pasar Pathuk, Jalan Pasar Kembang dan Jalan Malioboro. Banyak pengetahuan dasar yang dapat kami bagikan kepada Ms. Patty dan beliau yang sangat pandai dalam menunjukkan ekspresi senang, membuat kami semakin bersemangat ingin menunjukkan segala hal padanya. Di ujung jalan, kami memarkirkan mobil Sissy di Museum Vredenburg. Kami menyebrangi jalanan, melintasi trotoar di depan Gedung Agung dan kemudian menghabiskan sebagian besar waktu di Mirota Batik.
Di Mirota Batik inilah, kami berjalan-jalan sambil melakukan kajian mengenai bahan-bahan yang digunakan dalam membuat barang kerajinan, kami menjadi sejarawati yang menerangkan cerita-cerita yang ada di balik suatu barang kerajinan. Kami menerangkan jenis-jenis wayang, tarian Kuda Lumping, beraneka ragam kerajianan, dan lain sebagainya. Sangat menyenangkan sekali bagi kami berdua dapat mengungkapkan semua itu kepada Ms. Patty dengan menggunakan bahasa asing.
Setelah lelah berjalan, Ms. Patty kemudian menawari kami untuk makan. Dia sangat senang dan ingin membayari makanan kami. Kami pun membawanya ke lantai paling atas di Mirota Batik. Di sana kami menikmati pemandangan jalan Malioboro dari atas, Ms.Patty yang sangat terbuka juga bersedia mencicipi wedang jahe, capcay, mie goreng dhog-dhog dan ayam goreng Jawa.
Selesai acara makan malam tersebut, kami meneruskan jalan-jalan di sepanjang jalan Malioboro. Ms. Patty sangat canggung dalam menyebrang jalan, sehingga saya dan Sissy selalu memposisikan diri di kanan dan kirinya agar dia ,merasa nyaman. Tak jauh, karena malam yang semakin larut, Ms. Patty memutuskan untuk menyudahinya. Saya dan Sissy yang sudah kehabisan tenaga pun menyambut ajakan pulang dengan semangat.
Tak lupa, sebelum mengantarkan Ms.Patty ke Wisma MM UGM, kami berdua berinisiatif untuk memperlihatkan Tugu Jogjakarta yang sangat ramai dipadati orang-orang yang sedang mengambil foto di sekitarnya.
Sesampainya di Wisma MM UGM, kami segera berpamitan untuk pulang. Selanjutnya, aku dan Sissy melanjutkan perjalanan masing-masing menuju rumah tercinta.
Nah, begitulah empat BAB di Hari Sabtu. Sangat melelahkan namun sangat menyenangkan, karena untuk aku pribadi, ada banyak sekali pengalaman yang aku dapat dari Ms. Patty. Seperti misalnya tentang konflik agama, pendidikan, dan lain-lainnya.
Aku berharap, suatu saat nanti akan ada kesempatan-kesempatan menggali pengalaman seperti ini. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar