Banyak hal berputar-putar saja di pikiran saya saat ini. Kondisi ini berlangsung sejak saya menjadi
invisible follower sebuah akun
twitter berlabel
@sahabatalaqsha. Akun ini melaporkan dan mendiskusikan kejadian-kejadian yang sedang atau telah berlangsung di Gaza, Palestina. Gaza, sebuah daerah konflik yang diperebutkan oleh dua anak keturunan Adam, Palestina dan Israel.
Sedih, miris dan malu. Itulah perasaan yang saya rasakan setiap membaca sebuah berita atau melihat foto-foto terbaru terkait keadaan di Gaza. Orang tua, orang muda, laki-laki, perempuan bahkan anak-anak balita menjadi korban dari perang berkepanjangan. Suatu malam saya berandai-andai, bagaimana seandainya tiba-tiba saya berada di Gaza... Kemungkinan terbesar yang terjadi adalah munculnya gejala-gejala gangguan jiwa yang akhirnya akan ditegakkan sebagai depresi. Bagaimana tidak? Gaza saat ini mengalami mati listrik dengan suara bom sebagai lagu nina-bobo menjelang tidur. Suara ambulans sudah seperti suara jangkrik yang menghiasi kesyahduan malam. Percikan api sisa-sisa ledakan bagaikan kembang api yang menyala riang pada suatu perayaan. Oh.. Ya Allah. Bagaimana saya bisa tenang? Depresi disusul anxiety disorder, disusul paranoid, dan disertai mood disorder, ya, hal-hal itu yang sangat mungkin terjadi jika saya tiba-tiba ada di Gaza.
Kenyataannya berbeda. Mereka, saudara-saudari warga Palestina yang berada di Gaza tetap tegar. Mereka bersabar, mereka berikhtiar, mereka berdoa dan tetap beriman. Kondisi ini mereka terima dengan suatu pemahaman, "Jika perang ini adalah kehendak Allah, inilah jalan terbaik bagi kami". Oh Ya Allah... SUPER! Kadar keimanan yang mereka miliki ini sudah jauh dari jangkauan logika saya. Mereka mungkin adalah kaum yang sudah mengilhami, "Dunia ini hanyalah batu pijakan untuk ke akhirat, bukannya rumah". OHHH! Speechless. Subhanallah.. Mereka yang bertahan di Gaza adalah kaum yang dipercaya. Kaum yang dipercaya Allah untuk berjihad melalui jalan takdirnya.
Ya, setiap manusia terlahir membawa takdir mereka sendiri. Manusia juga terlahir dengan membawa jalan jihad mereka sendiri. Kadar 'perang' yang dimiliki tentunya sudah dirancang sedemikian rupa sehingga pada dasarnya setiap manusia akan mampu memenanginya. Allah tidak akan menimpakan suatu masalah diluar batas kemampuan umat-Nya, jadi pada dasarnya, setiap manusia pasti mampu. Kemampuan manusia ini pun bersifat subjektif, tergantung kapasitas yang telah diberikan Allah pada mereka. Menurut saya, saudara-saudari yang terlahir di Gaza merupakan manusia-manusia pilihan Allah yang sudah dipercaya untuk melakukan jihad melalui jalan 'perang' suci ini. Mereka adalah kaum yang terpilih untuk menjaga dan membuktikan Janji Allah. Mereka yang gagah berani mempertahankan Al-Aqsha, yang memegang kepercayaan Allah yang kemudian dinyatakan mati syahid, insyaAllah sudah memiliki rumah megah di surga milik Allah. Subhanallah.. Perang di Gaza tidak lain merupakan jalan yang meninggikan derajat ketaqwaan saudara-saudari kita. Saya percaya. Sama percayanya bahwa bukan hal yang sulit bagi Allah untuk menghentikan perang Israel-Palestina dalam satu kedipan mata. Sungguh, menghentikan perang sangatlah mudah jika Allah sudah berkehendak.
Ya Allah, Engkau adalah sebaik-baik pelindung bagi umat-Mu, hamba mohon, lindungilah saudara-saudari di Palestina dengan cara-Mu. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang telah Engkau pilih untuk mengemban amanah-Mu.
Al-Fatiha...
#PrayForGaza